Rabu, 28 Januari 2015

Nikmatnya Ngentot tetangga Kost



Cerita ini bermula saat aku kuliah di Jakarta,dimana saat itu aku masi berusia 20 tahun dan sebut saja namaku Aji. Aku tinggal disebuah kost-kostan yang tidak jauh dari tempatku kuliah hanya sebuah kamar dan lansung kamar mandi didalam. Dimana cewek dan cowok diterima ngekost disini, karena yang tinggal rata-rata para pekerja shif kadang aku jarang berjumpa dengan mereka. Ada 1 cewek yang kerjanya office hour tinggal disebelah kamarku sebut saja namanya Tari yang usianya saat itu kira-kira 26 tahun dengan tinggi 165 cm dan berkulit kuning langsat mempunyai body yang sangat bagus dan dadanya lumayan besar untuk ukuran gadis Indonesia. Seperti biasa tiap aku pulang kuliah sebelum mandi aku duduk didepan kamar hanya dengan memakai handuk dan kaos dalam, menghabiskan sebatang rokok dan menunggu mba Tari lewat pulang kerja. Dari jauh aku melihat dia berjalan kearah depan kamarku karena memang kamarnya terletak paling pojok setelah kamarku.
 “Sore mba Tari, baru pulang kerja mba ?” tanyaku ramah.
“Iya Aji” jawabnya juga ramah sambil tersenyum padaku.
“koq keliatannya cape banget mba ? lagi banyak kerja ya ?”
“iya nih aku lagi dikejar deadline kerjanya banyak banget, badannya pada pegel”
“Mmmh, ntar mau beli makan bareng ga mba ?”
“Engga kayanya Aji, aku boleh nitip aja ya ?”
 “Ya boleh mba. Apa sih yang ga buat mba hehehee..”
Sebelum masuk kekamarnya mba Tari memberiku uang dua puluh ribuan dan nitip makanan untuk nanti malam. Sehabis mandi aku beli makanan dan lansung kekamarnya ngetok pintu.
Tok tok tok “Mba Tari…..”
Karena ga ada jawaban aku lansung buka pintu dan mendapati mba Tari terbaring ditempat tidur yang kepalanya masi dililitkan handuk kayanya habis mandi mungkin dia menunggu rambutnya kering tapi malah ketiduran dan kakinya masi belum dinaikin kekasur. Tanpa pikir panjang aku masuk dan menutup pintu lalu meletakkan makanan yang baru kubeli. kuangkat kakinya dan kunaikan ditempat tidur. Perlahan mba Tari membuka matanya dan tersenyum padaku.
“Kamu baik banget Aji”katanya dengan nada pelan.
”Ah nggak papa mba, kasian aja mba nya kecapean, kalo mba mau aku pijitin kakinya ya ?”
“Ga usah, nanti ngerepotin kamu Aji”
Aku ga dengerin omongannya, seketika aku mengambil lotion dan mulai memijit kakinya, memang saat itu dia udah memakai celana pendek longgar selutut dan baju kaos rumahan. Aku mulai pijit jari-jari kaki mba Tari sampai ketumit. Baru sebentar kayanya mba Tari udah ketiduran pulas banget dan ada kayanya setengah jam aku terus memijitnya sampai dia terbangun lagi.
“Aduh Aji maaf ya mba ketiduran pijitan kamu enak banget” katanya agak malu.
“hehehee iya donk, kan aku udah bersertifikat dari departemen pijit-memijit” candaku padanya.
“iihh kamu bisa aja, ada loh 30 menit aku ketiduran tapi kamu mijitin aku terus ya ?”
“iya mba biar mba bangunnya nanti seger kasian lagi banyak kerja, kalo mba mau aku pijitin betisnya sekalian ya ? ”Tanya ku pada mba Tari.
“Kamu yakin gapapa ?”
“iya mba gapapa aku seneng bisa bantuin mijitin mba, lagian mijitin mba Tari  tu enak kulitnya halus banget”
Mba Tari hanya tersenyum dan lansung membalikkan badannya tengkurap sambil memeluk bantal, dan aku pun mulai memijit betisnya yang sangat indah itu. Saat itu aku ga tau mba Tari memasukkan tanganya kebelakang baju meraba punggungnya sendiri, sekilas aku lihat dia kayanya membuka pengait bra nya. Dan mulai tengkurap lagi. Aku berfikir kayanya mba Tari udah ngasi lampu hijau buatku untuk memijit punggungnya dan saat itu terlintas aja dalam otak ku seandainya itu terjadi aku bisa dengan laluasa menyentuh kulitnya yang sangat terawat itu. Baru aja kepikiran kayanya dalam celanaku ada yang merespon dan lansung aja seketika celanaku menjadi sempit karena siotong udah berdiri duluan.
“kamu bisa mijitin punggung sama pinggangku juga ga Aji ?”
Seketika aja aku jadi kaget dia ngomong gitu, baru aja aku menghayal malah uda dikabulkan.
“ Eh oH iya iya bisa mba Tari” jawabku gelagapan.
“Pinggangku nyeri semua duduk seharian dikantor nih” katanya lagi.
“iya mba Tari aku pijitin sekalian aku juga tau titik-titik syaraf biar bisa aku acupressure juga” Aku duduk menyamping disebelah mba Tari. Pertama aku deg-degan juga coba menaikan baju mba Tari keatas dan aku tertegun melihat punggungnya secara lansung karena sangat putih mulus dan tanpa cacat sedikit pun. Mulai aku usap pinggangnya pelan-pelan naik keatas kepunggung dan benar aja dugaanku tadi dia udah membuka pengait bra nya. Saat aku mijit punggungnya kadang dekat pangkal lengannya jariku menyentuh pinggiran payudaranya dan saat aku mau memijit pundak dan belakang lehernya mba Tari seperti tau kalo bajunya menghalangi tanganku dan seketika dia malah mambuka bajunya sambil tengkurap dan tetap memeluk bantal dan mengempitkan payudaranya yang besar itu. Aku udah bener-bener ngga tahan rasanya karena siotong dalam celanaku udah keras dari tadi. Karena udah seperti ini aku memberanikan diri naik duduk diatas pantat mba Tari yang bohai seperti orang menunggang kuda. Aku mulai acupressure punggung mba Tari dengan menekan kedua jempolku dititik syarafnya. Tanpa aku sadari rupanya penisku tepat berada ditengah-tengah pantatnya dan menekan sangat kencang. Bukanya marah mba Tari mulai memutar-mutarkan pantatnya supaya bergesekan terus dengan penisku. Aku tau dia udah mulai teransang dengan mengeluarkan erangan-erangan erotis dari mulutnya.
“mmmh oohhh enak Aji terusss ditekan lagiiii”
Seketika mba Tari membalikkan badannya sehingga aku yang tadi memegang punggungnya kini malah memegang kudua payudaranya yang besar montok dan mengacung keatas. Tanpa banyak omong kedua tangannya menarik kepalaku dan mencium bibirku aku pun membalasnya. Kamipun berciuman . Tanganku yang tadi memegang payudaranya sekarang mulai meremas-remas dan memelintir kedua putingnya.
“Aji aku mau kamu mijitin aku sampai tuntas malam ini sayang” katanya sambil membuka celana dan celana dalamnya.
“Iya mba Tariku sayang” kataku juga sambil membuka semua pakaianku. Penisku yang dari tadi tertahan dicelana sekarang bebas berdiri dengan kerasnya. Mba Tari keliatan senang dengan ukuran penisku yang lumayan besar panjang 17 cm dan diameter 4 cm. Kami pun mulai berciuman lagi dengan posisi mba Tari masih dibawah, aku menciumnya dengan lembut tangan kiriku meremas kedua payudaranya bergantian dan kadang memelintir putingnya, tangan kananku mulai menjamah perutnya dan turun kepusar kebawah dan aku rasakan bulu halus diatas vaginanya lalu aku merasakan itilnya yang udah basah dengan lendir kewanitaanya, itilnya aku putar dan aku tekan dengan lembut.
“ooouuhhh oouuhhh ssshhhh nikmat banget sayang”desah mba Tari.
Ciumanku mulai turun menjalar kelehernya dan terus kebelahan dadanya aku mengecup putingnya yang kecil berwarna kemerahan itu lalu menghisapnya dengan rakus bergantian kiri dan kanan. Seketika bulu romanya berdiri dan dia menggelinjang merasakan hisapanku diputingnya. Setelah itu ciumanku turun kebawah lagi kepusarnya dan tanganku berusaha melebarkan kakinya selebar mungkin dan terpampanglah pemandangan indah mba Tari yang bertubuh bahenol itu sedang mengangkang pasrah dengan memek yang hanya ditumbuhi bulu-bulu halus dan bibir memek yang bewarna kemerahan. Bibirku mendekat kememeknya aku kecup itilnya dan lidahku mulai menjilati benda kecil itu aku hisap dan aku pelintir dengan mulutku. Mba Tari tidak kuasa menahan nikmat yang aku berikan, badannya terus bergerak dan pantatnya terus diputar-putar, mulutnya mengoceh tidak karuan. Tangan kiriku meremas-remas payudaranya dan tangan kananku mulai memasukkan jari kedalam dalam memeknya yang terus basah, mba Tari menekan kepalaku sangat kuat kearah memeknya dan menjepit kepalaku dengan pahanya.
“oouhhh oouuhh mmmmmhhhh eeaaahhhhh” satu desahan panjang diiringi menyemburnya cairan vaginanya mba Tari orgasme tepat dimulutku . Sekarang mba Tari mendorong badanku berdiri disisi tempat tidur dia berjongkok menghadap kearah ku dan tangannya mulai mengelus dan meremas-remas penisku setelah itu dia mulai menjilati penisku dari pangkal hinga ujungnya. Tangan kirinya membelai kedua buah zakarku dengan lembut dan yang kanan memegang batang kejantananku, saat mba Tari mulai memasukkan penisku kemulutnya terasa sangat nikmat sekali, tangannya mengocok batang penisku pelan-pelan dan mulutnya terus menghisap dan menjilati kepala penisku dengan rakus. Dia coba memasukkan penisku kedalam mulutnya tapi cuma setengah karena mentok dikerongkongannya. Saat yang dinanti datang mba Tari duduk mengangkang dipinggir tempat tidur tepat didepanku yang masih berdiri dia mengarahkan penisku kelobang memeknya, aku mulai memasukkan kepala penisku kememeknya pelan-pelan terasa masih sempit dan peret. Saat baru kepala penisku masuk aku menariknya keluar lagi sampe 3 kali biar terbiasa, tapi mba Tari yang ga sabaran malah mengunci pantatku dengan melingkarkan kedua kakinya dipantatku dan mau penisku dimasukkan semua. Mba Tari meremas kedua bahuku gemas karena seperti aku mempermainkannya, aku coba menekan lagi pelan-pelan dan penisku udah masuk setengah mba Tari mendongak keatas menahan nikmat, aku mulai menggoyangkan pantatku maju mundur dan dengan satu tekanan kuat bleess penisku masuk semua sampai kepangkalnya, saat itu juga mba Tari berteriak kecil
“Ooouucchhh” dengan mata terpejam.
Dimulailah permainan kami, aku menggenjot memek mba Tari kadang pelan dan kadang kaya orang kesetanan, aku memaju-mundurkan pantatku diiringi irama penisku yang bergesekan dengan memeknya, cairan memek yang sebelumnya keluar jadi pelicin dan menimbulkan bunyi yang sangat erotis. Kami berdua bermandikan keringat memacu birahi yang udah sama-sama memuncak. Mba Tari mengusap dadaku dan meraba perutku yang rata.
“Badan kamu bagus sayang, pasti stamina kamu kuat” katanya.
“Iya donk sayang, aku kan rajin nimba air tiap pagi heheee” jawabku centil.
“ooouuchhhh puasin aku sayang”
“pasti sayangku, sepuas yang kamu mau sayang” mba Tari mencengkram bahuku kuat yang aku tau dia mau nyampe lagi dan aku lebih mempercepat ritme goyanganku.
“ooouchhh uuuhhhh ooouuchhh yeaaahhhh” erangan keluar dari mulut mba Tari disertai lagi dengan orgasme keduanya. Aku mencabut penisku dari memek mba Tari yang lagi-lagi udah basah sama cairan orgasmenya dan meminta dia balik badan menungging kearahku. Mba Tari udah aga lemas kayanya tapi dengan senang dia menuruti kemauanku. Dari belakang dengan posisi menungging aku lebih bernafsu lagi melihat tubuhnya yang sintal ditambah dengan pantatnya yang besar basah oleh keringat, lipatan memek yang sangat sempurna menyembunyikan itil nya didalam. Aku arahkan kepala penisku memeknya dan mulai memasukkan kepala penisku pelan-pelan. Sambil memaju mundurkan pantatku aku mencengkram kuat kedua pinggang mba Tari membuat dia merintih dan mendesah membuatku semakin kencang memompa memeknya dari belakang.
“oouuchhh ooouuchhhh mmmhhh enaakkkk sayyaaaanngggggg” katanya.
Lumayan lama dengan posisi menungging dan kayanya mba Tari udah mau keluar lagi dia mau ganti posisi dan memintaku berbaring lurus ditempat tidur dengan gaya women on top. Aku menurutinya sambil berbaring dan mba Tari lansung berjongkok diatas tubuhku sambil mengarahkan kepala penisku memeknya dan dengan satu tekanan blessss amblaslah penisku masuk semua kedalam memeknya, dia naik turun menghujamkan penisku keluar masuk didalam memeknya, goyangannya sangat erotis dengan sekalian memutar pantatnya kepenisku. Rasanya sangat nikmat penisku bagai diurut dari ujung sampe pangkalnya. Tak lama akupun rasa udah mau keluar aku mempercepat gerakanku kememeknya.
“Oouuucchhh mbaaa a a a akuuu ma ma mauuu kekekeluaarrr jugaaaa”kataku terbata-bata. “iya sayang ooouuchhh aku juga mau keluarr lalalagiii ooouuuuccchhhhh”kata mba Tari.
Diiringi teriakan kita berdua aku menekan penisku sekuat-kuatnya kelobang vagina mba Tari dan croott crooott croott croottt……. Spermaku tumpah semua didalam memeknya dan mba Tari pun sama orgasme, cairannya keluar membasahi penisku. Seketika mba Tari lemas dan merebahkan tubuhnya diatas tubuhku dan aku menerimanya dalam pelukanku aku mengecup lama keningnya, tampak dia memejamkan mata dan puas sekali.
“Terimakasih banyak sayangku, aku puas banget malam ini”kataku pada mba Tari.
“Aku yang seharusnya terimakasih sayangku, kamu udah memenuhi keinginan ku minta dipijit sampai tuntas sama kamu, bukan itu aja kamu gentle banget setelah main lansung memelukku, mengecup keningku dan berterimakasih aku sangat bahagia” kata mba Tari.
“Wanita secantik mba pantas mendapatkan yang terbaik, dan aku sebagai lelaki wajib memberikannya”
“Ooohh Aji ku sayang, beruntung banget wanita yang nanti mendapatkan kamu, ga kaya cowok aku dulu main 2 menit udah KO duluan dan lansung tidur”
“Ah mba, ga perlu repot-repot mencari wanita itu, karena dia sekarang ada dalam pelukanku” Mba Tari hanya tersenyum dan memelukku erat kita berciuman lagi sampai akhirnya tertidur. Dan saat pagi bangun kita mengulang permainan lagi. Setiap ada kesempatan kita main lagi tidak tau tempat tidak tau waktu, lagi dan lagi.

Nikmatnya Ibu Kostku

Sudah hampir setahun Kiki tinggal di tempat kost bu Loly. Bisa tinggal di tempat kost ini awalnya secara tidak sengaja ketemu bu Loly di pusat perbelanjaan. Waktu itu bu Loly kecopetan, trus teriak dan kebetulan Kiki yang ikut menolong menangkap copet dan mengembalikan dompet bu Loly. Trus ngobrol sebentar, kebetulan Kiki lagi cari tempat kost yang baru dan bu Loly mengatakan dia punya tempat kost atau bisa di bilang rumah bedengan yang dikontrakkan, yah jadi deh tinggal di kost-an bu Loly. Bu Loly lumayan baik terhadap Kiki, kelewat baik malah, karena sampai saat ini Kiki sudah telat bayar kontrak rumah 3 bulan, dan bu Loly masih santai-santai aja. Mungkin masih teringat pertolongan waktu itu. Tapi justru Kiki yang nggak enak, tapi mau gimana, lha emang duit lagi seret. akhirnya Kiki lebih banyak menghindar untuk ketemu langsung dengan bu Loly. Sampai satu hari…… waktu itu masih sore jam 4. Kiki masih tidur-tiduran dengan malasnya di kamarnya. Tempat kost itu berupa kamar tidur dan kamar mandi di dalam. 
Terdengar pintu kamarnya di ketok… tok..tok..tok.. lalu suara bu Loly yang manggil,”Ki…Kiki… ada di dalem nggak?” Sontak kiki bangun, wah bisa berabe kalo nanyain duit sewa kamar nie, pikir Kiki. Dengan cepat meraih handuk, pura-pura lagi mandi aja ah, ntar juga bu Loly pergi sendiri. Setelah masuk kamar mandi kembali terdengar suara bu Loly,” KIki lagi tidur ya..?” dan dari kamar mandi Kiki menyahut sedikit teriak,” lagi mandi bu….” Sesaat tidak ada sahutan, tapi kemudian suara bu Loly jadi dekat,”ya udah mandi aja dulu Ki, ibu tunggu di sini ya…” eh ternyata masuk ke kamar, Kiki tadi nggak mengunci pintu. “busyet dah, terpaksa bener-bener harus mandi nie,”pikir Kiki. Sekitar lima belas menit Kiki di kamar mandi, sengaja mandinya agak dilamain dengan maksud siapa tau bu Loly bosan trus nggak jadi nunggu. Tapi rasanya percuma lama-lama toh bu Loly sepertinya masih menunggu. Akhirnya keluar juga Kiki dari kamar mandi, dengan hanya handuk yang melilit di pinggang, tidak pakai celana dalem lagi, maklum tadi gak sempet ambil karena terburu-buru. Bu Loly tersenyum manis melihat Kiki yang salah tingkah,”lama juga kamu mandi ya Ki…” bu Loly membuka pembicaraan. “pasti bersih banget mandinya ya…” gurau bu Loly sambil sejenak melirik dada bidang Kiki. “ah ibu bisa aja… biasa aja kok bu.., oia ada apa ya bu..?” jawab Kiki sekenanya saja sambil mengambil duduk di pinggiran tempat tidur. Bu Loly mendekat dan duduk di samping Kiki, “Cuma mau ngingetin aja, uang sewa kamarmu dah telat 3 bulan lho… trus mau ngobrol-ngobrol aja sama kamu, kan dah lama gak ngobrol, kamu sie pergi mlulu…”ucap bu Loly. Kiki jadi kikuk,”wahduh… kalo uang sewanya ntar aku bayar cicil boleh gak bu? Soalnya lagi seret nie…” jawab Kiki dengan sedikit memohon. Bu Loly terlihat sedikit berpikir…”mmmm… boleh deh, tapi jangan lama-lama ya… emang uangmu di pakai untuk apa sie?” terlihat bu Loly sedikit menyelidik. “hmmm… pasti buat cewe mu ya…”dia terlihat kurang senang. “ah nggak juga kok bu….. saya emang lagi ada keperluan,” jawab Kiki hati-hati melihat raut wajah bu Loly yang kurang senang. “huh…laki-laki sama aja, kalo lagi ada maunya, apa aja pasti di kasih pada perempuan yang lagi di dekatinya, hhhh… sama aja dengan suamiku….”keluh bu Loly dengan nada kesal. Waduh nampaknya bu Loly lagi marahan nie sama suaminya, jangan-jangan amarahnya ditumpahkan pula sama Kiki. Dengan cepat Kiki menjawab,”tapi saya janji kok bu, akan saya lunasi kok…” “hhhhh….”bu Loly menghela nafas,”udahlah Ki, gak apa-apa kok, gak di bayar juga kalo buat kamu ga masalah… ibu Cuma lagi kesel aja sama suamiku, dia cuma perhatiannya sama Susi terus… aku seperti gak dianggap lagi, mentang-mentang Susi jauh lebih muda ya.” sedikit penjelasan bahwa bu Loly ini istri pertama dari pak Ardi, sedangkan istri keduanya bu Susi. Dan sekarang sepertinya pak Ardi lebih sering tinggal di rumahnya yang satu lagi bersama bu Susi dan bu Loly tampaknya udah mulai kesepian nie “wah kalo masalah keluarga sie aku kurang paham bu…. “jawab Kiki kikuk “gak apa-apa Ki, ibu hanya mau curhat aja sama kamu… boleh kan ki?” suara bu Loly sendu. Agak lama terdiam, terdengar tarikan nafas bu Loly terasa berat, dan sedikit sesunggukan, waduh lama-lama bisa nangis nie, gawat dong pikir Kiki. “udah bu jangan terlalu dipikirkan, nanti juga pak Ardi kembali lagi kok, kan ibu juga gak kalah cantiknya sama bu Susi,”Kiki bermaksud menghibur. “ah kamu Ki… emang ibu masih cantik menurutmu?” bu Loly menatap sendu ke arah Kiki, terlihat dua butir air mata mengalir di pipinya. Uhh…. ingin rasanya Kiki menghapus air mata itu, pak Ardi emang keterlaluan masa wanita cantik nan elok seperti ini dianggurin sie, coba Kiki bisa berbuat sesuatu… busyet… Kiki memaki dalam hati… “kenapa otak gwa jadi kotor gini.” Dengan sedikit gugup Kiki menjawab,”mmm…eee…iya kok bu, ibu masih cantik, kalo masih gadis mungkin aku yang duluan tergoda.” Uupsss …. Maksud hati ingin menghibur, tapi kenapa kata-kata yang menggoda yang keluar dari mulut… gerutu Kiki dalam hati. Kiki jadi panik, jangan-jangan bu Loly marah dengan ucapan Kiki. Tapi ternyata Kiki salah, karena bu Loly tersenyum, manis sekali dengan deretan gigi yang putih dan rapi,”ih Kiki bisa aja menghibur…. Iya juga sie, kalo masih gadis bisa aja tergoda, pantes aja suamiku gak ngelirik aku lagi, bis nya dah tua sie…” rona wajah bu Loly berubah sedih lagi,”kalo menurutmu Ki, apa ibu emang gak menarik lagi…?” sambil berdiri dan memperhatikan tubuhnya kemudian menatap Kiki minta penilaian. Terang aja Kiki makin kikuk,”wah aku mau ngomong apa ya bu…? Takutnya nanti di bilang lancang lho… tapi kalo mau jujur…. Ibu cantik banget, seperti masih 30an deh.” Bu Loly tampaknya senang dengan pujian itu,”hmmm.. kamu ada-ada aja saja… ibu udah 43 lho.. emang Kiki liat dari mananya bisa bilang begitu?” Kiki jadi cengar cengir,” ….itu penilaian laki-laki lho bu, saya malu bilangin nya.” Bu Loly kembali duduk mendekat, sekarang malah sangat dekat hampir merapat ke Kiki sambil berkata,” ah.. gak perlu malu…. Bilang aja…” Nafas Kiki terasa sesak, badan nya terasa panas dingin menghadapi tatapan bu Loly, matanya indah dengan bulu mata yang lentik, sesaat kemudian Kiki mengalihkan pandangan ke arah tubuh bu Loly mencari alasan penilaian tadi, uups baru deh Kiki memperhatikan bahwa bu Loly memakai baju terusan seperti daster tapi dengan lengan yang berupa tali dan diikat simpul di bahunya. Hmmm .. kulit itu mulus kuning langsat dengan tali baju dan tali bra yang saling bertumpuk di bahu, pandangan Kiki beralih ke bagian depan uupss… terlihat belahan dada yang hmmm… sepertinya buah dada itu lumayan besar. Sentuhan lembut tangan bu Loly di paha Kiki yang masih dibungkus handuk cepat menyadarkan Kiki. Dengan penuh selidik bu Loly bertanya,”lho… kok jadi bengong sie..? apa dong alasannya tadi bilang ibu masih 30an…” Kiki sedikit tergagap karena merasa ketahuan terlalu lama memandangi tubuh bu Loly,”mmm… eeemm.. ibu benar-benar masih cantik, kulitnya masih kencang… masih sangat menggoda…” Tidak ada jawaban dari mulut bu Loly, hanya pandangan mata yang kini saling beradu, saling tatap untuk beberapa saat… dan seperti ada magnet yang kuat, wajah bu Loly makin mendekat, dengan bibir yang semakin merekah. Kiki pun seakan terbawa suasana, dan tanpa komando lagi, Kiki menyambut bibir merah bu Loly, desahan nafas mulai terasa berat hhhh…hhhh…ciuman terus bertambah dahsyat, bu Loly menjulurkan lidahnya masuk menerobos ke mulut Kiki, dan dibalas dengan lilitan lidah KIki sehingga lidah tersebut berpilin-pilin dan kemudian deru nafas semakin berat terasa. Dengan naluri yang alami, tangan Kiki merambat naik ke bahu bu Loly, dengan sekali tarik, terlepas tali pengikat baju di bahu tersebut dan dengan lembut Kiki meraba bahu bu Loly sampai ke lehernya…. Kemudian turun ke arah dada, dengan remasan lembut Kiki meremas payudara yang masih terbungkus bra itu. “hhhhh…hhhh” nafas bu Loly mulai terasa menggebu, nampaknya gairah birahinya mulai memuncak. Jemari lentik bu Loly tak ketinggalan meraba dan mengelus lembut dada Kiki… melingkari pinggang Kiki, mencari lipatan handuk, hendak membukanya… Uupps…. Kiki tersentak dan sadar….,”ups…hhh… maaf bu… maaf bu… saya terbawa suasana….” Kiki tertunduk tak berani menatap bu Loly sambil merapikan kembali handuknya, baru kemudian dengan sedikit takut melihat ke arah bu Loly. Terlihat bu Loly pun agak tersentak, tapi tidak berusaha merapikan pakaiannya, sehingga tubuh bagian atas yang hanya tertutup bra itu dibiarkan terbuka. Pemandangan yang menakjubkan. “napa Ki… kita sudah memulainya… dan kamu sudah membangkitkan kembali gairah ibu yang lama terpendam… kamu harus menyelesaikannya Ki…” tatapan bu Loly terlihat semakin sendu… “mmm… ibu gak marah..? gimana nanti kalo ada yang lihat bu… bisa gawat dong… pak Ardi juga bisa marah besar bu…” jawab Kiki. Tanpa menjawab bu Loly bangkit berdiri, namun karena tidak merapikan pakaiannya, otomatis baju terusan yang dipakai jadi melorot jatuh ke lantai. Kiki terpana melihat tubuh indah itu, sedikit berlemak di perut dan bokongnya namun itu malah menambah seksi lekuk tubuh bu Loly. Kemudian dengan tenang bu Loly melangkah ke arah pintu kamar dan menguncinya. Saat berjalan membelakangi Kiki itu nampak gerakan bokong bu Loly naik turun, dan perasaan Kiki semakin tegang dengan nafsu yang semakin tak tertahankan, demikian juga saat bu Loly berbalik dan melangkah kembali menuju tempat tidur, Kiki tidak melepaskan sedikit pun gerakan bu Loly. Sampai bu Loly berdiri dekat di depan Kiki dan berkata,”kamarnya udah di kunci Kiki, dan gak ada yang akan mengganggu….” Kiki tidak langsung menjawab, menghidupkan tape dengan suara yang agak besar, setidaknya untuk menyamarkan suara yang ada di ruangan. Bu Loly kembali duduk di pinggiran tempat tidur, dan membuka bra yang digunakannya. Kiki mendekat dan duduk di samping bu Loly… hmmm… nampak payudara itu masih montok dan kenyal, ingin Kiki langsung melahap dengan mulut dan menjilatnya. Bu Loly yang memulai gerakan dengan melingkarkan lengannya ke leher Kiki, menarik wajah dan langsung melumat bibir Kiki dengan nafsu yang membara. Kiki membalas dengan tidak kalah sengit, sambil meladeni serangan bibir dan lidah bu Loly, tangan Kiki meremas payudara montok milik bu Loly. Desahan nafas menderu di seputar ruangan, diselingi alunan musik menambah gairah. Setelah beberapa saat, bu Loly mendorong lembut badan Kiki, menyudahi pertempuran mulut dan lidah, dengan nafas yang memburu. Kiki mendorong lembut tubuh bu Loly, berbaring terlentang dengan kaki tetap menjuntai di pinggiran tempat tidur. Dada yang penuh dengan gunung kembar itu seakan menantang dengan puting yang telah tegang. Tanpa menunggu lagi Kiki melaksanakan tugasnya menjelajahi gunung kembar itu mulai dari lembah antara, melingkari dan menuju puncak puting. Dengan gemas Kiki menyedot dan memainkan puting susu itu sambil tangan meremas payudara kembarannya ………………… “HHHH…. AHHH….MMMH….”suara bu Loly mulai kencang terdengar, desahan-desahan nikmat yang semakin menggairahkan. Kiki melanjutkan penjelajahan dengan menyusuri lembah payudara menuju perut dan sebentar memainkan lidah pada pusar bu Loly yang menggelinjang kegelian. Kiki menghentikan penjelajahan lidah, kemudian dengan cekatan menarik celana dalam bu Loly, melepaskan dan membuang ke lantai. Dengan spontan bu Loly mengangkat kaki ke atas tempat tidur dan memuka lebar pahanya, terlihat gundukan vagina dengan rambut-rambut yang tertata rapi. Kiki mulai kembali aksi dengan menjilati menyusuri paha bu Loly yang halus mulus, terus mendekat ke selangkangan menemui bibir vagina yang mulai mengeluarkan cairan senggama. Tanpa menunggu lama, Kiki menyapu cairan senggama itu dengan lidahnya dan meneruskan penjelajahan lidah sepanjang bibir vagina bu Loly dan sesekali menggetarkan lidah pada klitorisnya yang membuat bu Loly mengerang kenikmatan,”AHHHH…. MMMMH… HHH… Ki….UHH…”desahan birahi yang memuncak dari bu Loly membuat Kiki semakin bersemangat dan sesekali lidah di julurkan mencoba masuk ke liang senggama yang menanti pemenuhan itu. Setelah beberapa menit Kiki mengeksplorasi liang kewanitaan itu, nampaknya bu Loly tidak sabar lagi menuntut pemenuhan hasrat birahinya,”Ki…. Ayo sayang… masukkin Ki… hhhh…mmmmh.” Suara bu Loly ditingkahi desahan-desahan yang semakin kencang. Dengan tenang Kiki menyudahi penjelajahan lidah dan bersiap bertempur yang sesungguhnya. Dengan sekali tarik lepaslah handuk yang melilit di pinggang dan bebas mengacung penis dengan bagian kepala yang merah mengkilap. Bu Loly semakin membuka lebar pahanya, besiap menanti pemenuhan terhadap liang wanitanya. Kiki naik ke tempat tidur dan langsung mengarahkan batang penis ke arah vagina bu Loly yang dengan sigap lansung meraih dan meremas batang kemaluan Kiki dan membantu mengarahkannya tepat ke liang vaginanya. Dengan sekali dorongan penis Kiki amblas sampai setengahnya. Kiki menahan gerakan sebentar menikmati prosesi masuknya penis yang disambut desahan bu Loly,” AHHH….TERUSKAN Kiiiii….AHHH.” kemudian dengan meresapi masuknya penis sampai sedalam-dalamnya. Setelah dorongan pertama dan batang zakar yang masuk seluruhnya barulah Kiki memompa menaik turunkan pantat dengan irama beraturan seakan mengikuti irama musik yang terasa semakin menggebu dan hot. Kiki bertumpu pada kedua siku lengan sedangkan bu Loly mencengkam punggung Kiki, meresapi dorongan dan tarikan penis yang bergerak nikmat di liang senggamanya. Suara desahan bercampur aduk dengan alunan musik dan peluh mulai bercucuran di sekujur tubuh,”AH..AH..AH..MMH…MHH…HHHH.” tak hentinya desahan meluncur dari bibir Kiki dan bu Loly. Sesaat Kiki menghentikan gerakan untuk mencoba mengambil nafas segar, bu Loly memeluk Kiki dan menggulingkan badan tanpa melepas penis yang tetap berada di liang vaginanya. Dengan posisi di atas dan setengah berjongkok, bu Loly memompa dan menaikturunkan pantatnya dengan badan bertumpu pada lengan. Sesekali bu Loly memutar pantatnya dan kemudian memasukkan batang zakar Kiki lebih dalam. Kiki tak diam saja, tangan meremas kedua payudara yang menggantung bebas dan menarik-narik puting susu bu Loly. Suasana makin membara dengan peluh yang bercucuran, sampai saat bu Loly seperti tak sanggup melanjutkan pompaan karena birahi yang hendak mencapai puncak pemenuhan. Dengan sigap Kiki membalikkan posisi, bu Loly kembali berada di bawah, dengan mempercepat tempo dorongan Kiki meneruskan pertempuran. “Kiiii…AHH..AH..AH..UH…TERUS Kiiiii…. AHHH…AHH IBU SAMPAI…Kiiiii….AHHHHHHHHH… MMMMMHHH.” Setelah teriakan tertahan bu Loly mengatup bibirnya menikmati orgasme yang didapat, tubuhnya sedikit bergetar. Kiki merasa vagina yang mengalami orgasme itu berkedut-kedut seperti menyedot zakarnya. Kiki menikmatinya dengan memutar –mutar pantatnya dan memasukkan lebih dalam lagi batang zakarnya, dan terasa ada dorongan kuat menyelimuti batang zakarnya, semakin besar dan sesaat KIki kembali mendorong batangnya dengan cepat dan saat terakhir menarik keluar batanga zakarnya dan melepaskan air maninya di atas perut bu Loly…. Yang dengan cepat meraih penis Kiki dan mengocoknya sampai air mani itu berhenti muncrat, dengan lembut bu Loly mengusap penis yang mulai turun ketegangannya. Kiki membaringkan tubuhnya disamping bu Loly. Terdiam untuk beberapa saat. Bu Loly bangkit duduk meraih kain di pinggiran tempat tidur dan menyeka sisa air mani di perutnya. Kemudian dengan manja membaringkan tubuhnya diatas Kiki. “makasih ya sayang… ini rahasia kita berdua… I love u Kiii,” bisik mesra bu Loly di telinga Kiki. “mmm…baik bu…”belum sempat Kiki menyelesaikan ucapannya, jari telunjuk bu Loly menempel di bibirnya, “kalo lagi berdua gini jangan pangil ibu dong…”ucap bu Loly manja. “iya sayang….” Balas Kiki, senyum manis merekah di bibir seksi bu Loly. Setelah itu dengan cepat Kiki dan bu Loly merapikan pakaian, dan sebelum meninggalkan Kiki, bu Loly berbisik mesra,”sayang… tar malem suamiku gak ada di rumah….. aku tunggu di kamar ya… berapa ronde pun dilakoni buat Kiki tersayang.” Sambil berpelukan mesra, Kiki menyanggupi ajakan bu Loly.

Jumat, 26 Desember 2014

Nikmatnya Ngentot Dosen Pembimbing TA



Cerita Ngentot – “Laptop, bahan materi, HP, dompet, rokok,,, OK clear!!” begitu kataku sambil merapikan isi ransel dan beranjak menuju garasi. Sampai di garasi, aku baru ingat kalau salah satu ban mobilku kempes sejak 3 hari yang lalu. Dan akhirnya, aku memutuskan pergi dengan motor meskipun sepertinya akan turun hujan.

Malam ini aku ada janji dengan dosen pembimbing TA ku.
Aku adalah seorang mahasiswa angkatan tua. Sudah 7 tahun aku kuliah sampai-sampai dosen pembimbing TA ku diganti karena harus melanjutkan study keluar negeri. Sisi baiknya, sang dosen pengganti adalah seorang wanita cantik yang mungkin usianya hanya terpaut 2-3 tahun dari umurku. Maklum lah, aku sendiri sudah berumur 25 tahun saat ini.
Bu Chintya, begitulah kami biasa memanggilnya. Seorang wanita muda yang tak hanya cerdas dan penuh kharisma namun juga cantik dan modis. Beliau resmi mengajar di fakultas kami baru 1 semester. Tapi dengan berjuta keanggunan itu, tak heran jika beliau langsung dikenal & dikagumi oleh seluruh penghuni kampus.

Minggu ini, Bu Chintya cuti sakit. kabarnya gejala thypus yang disertai maag. Suatu berita yang sangat buruk bagi kelas yang diajarnya, karena selama beliau cuti, tentu saja anak-anak tidak bisa bertatap muka dengan bu dosen yang katanya menjadi semangat belajar mahasiswa.
Tapi hal ini lain bagi mahasiswa TA bimbingan Bu Chintya. Kemarin pagi Bu Chintya mengirimkan e-mail yang mempersilahkan seluruh mahasiswa bimbingannya mengirimkan pekerjaan masing-masing via e-mail, kemudian beliau menjadwalkan kami untuk bimbingan di rumahnya selama beliau cuti. Sungguh seorang dosen yang sempurna. Cantik, cerdas dan penuh integritas.

***
“blok C3 nomer 21”, begitu aku membaca kembali sms yang berisi alamat Bu Chintya. Tak terasa aku telah sampai di perumahan Griya Pesona, dan tinggal 1 blok lagi aku telah sampai di kediaman beliau.
“sebelah kiri jalan, gerbang merah maroon”, kataku dalam hati sambil memarkirkan motorku didepannya. Rumah itu tidak terlihat megah, tapi terlihat sangat rapi. Kombinasi warna lampu tamannya terlihat sangat menarik dimataku.
Dan seolah tidak ingin membuang-buang waktu lagi, aku bergegas memencet bel dibalik gerbangnya.

“selamat malam” begitu sambut sosok pemilik rumah yang sudah kukenal baik itu. Dan tak lama kemudian, kami sudah duduk berhadapan di ruang tamu yang ukurannya juga tidak terlalu luas.
Malam itu Bu Chintya mengenakan atasan tanpa lengan berwarna hitam, dengan bawahan celana ketat berwarna abu-abu. Sungguh padu padan yang pas sekali, terlihat sexy tetapi tidak menyirnakan keanggunannya. Sangat cantik.
“kamu tadi tidak kehujanan kan?” tanyanya membuka pembicaraan.
“tidak Bu. Ibu sudah sehat?” kataku basa-basi
“ah, saya sebenarnya juga tidak merasa sakit kok” jawabnya sambil tersenyum dan menyalakan netbook-nya.
“Dhimas Perdana, HC04XXXXX, betul kan?” katanya sambil membuka file pekerjaanku, dan aku pun mengangguk meng-iya-kan.
“nah, saya harus mengatakan kepadamu bahwa kamu selalu mengulang kesalahan yang sama. Sekarang kamu baca hasil pekerjaanmu dan silahkan bertanya kalau ada yang belum paham” katanya sambil memutar netbook berisi draft TA yang penuh coretan-coretan highlight itu kearahku
“seperti yang sudah saya katakan kemarin, sebaiknya tulisanmu jangan bertele-tele. Gunakan sumber materi yang valid dan jangan menuliskan pendapatmu sendiri kedalam dasar teori. Kalau kamu ingin mengutip, blablabla…”
Begitulah Bu Chintya menelanjangi hasil kerjaku seolah semua yang kukerjakan penuh kesalahan. Sekilas aku melirik wajah cantik yang penuh ekspresi itu, dan memang semua yang dikatakanya tidak salah.
“maaf Bu, kalau mengenai paragraf ini, kira-kira yang salah bagian mana?” kataku sedikit memotong pembicaraannya sambil menghadapkan netbook itu kearahnya
“nah, kalau yang ini mengenai penggunaan kalimatnya. Kalimat ini mengandung makna yang sama persis dengan bagian ini,” begitu katanya sambil menyorot beberapa kalimat dibawahnya
“maaf bu, boleh saya duduk disitu, soalnya dari sini kurang jelas” begitu sahutku sambil menunjuk bangku panjang yang diduduki Bu Chintya
“ya silahkan” katanya sambil menggeser posisi duduknya.

Dan akhirnya malam itu kulewati dengan duduk bersanding Bu Chintya sambil mendengarkan ceramahnya.
Malam minggu, hujan gerimis mulai turun, dan duduk bersanding Bu Chintya. “What a perfect weekend” begitu kataku dalam hati. Dan tentu saja kalimat-kalimat yang terdengar dari bibir tipis itu tidak sepenuhnya lagi kusimak. Aku lebih memperhatikan gerak bibirnya dari belakang sambil menikmati kecantikannya parasnya.

“ada pertanyaan lagi?” katanya mengakhiri penjelasannya
“ehm, tidak bu” jawabku cepat
“kamu ini sebenarnya sudah paham, tapi kurang serius saja menulisnya. Tolong yang serius yak,, kasihan penelitianmu. Kabarnya TA ini sudah 4 semester tidak kamu kerjakan ya?”
“hehe,, kan yang 1 tahun cuti Bu.. jawabku sekenanya”
“apa bedanya??? Ya pokoknya saya harap semester ini kamu selesaikan. Kalau tidak, silahkan cari pembimbing lain saja” kata Bu Chintya dengan nada tegas.
“ngomong-ngomong kamu mau minum apa? Saya buatkan kopi sambil nunggu hujan reda ya?” kata Bu Chintya sambil beranjak berdiri
“What a super perfect weekend!! Sekarang malah acara ngopi bersama Bu Chintya ” begitu kataku dalam hati dengan polos.
Dan satu hal lagi kusadari ketika Bu Chintya beranjak menuju dapur. Tampak jelas ketika beliau lewat didepan mataku, celana abu-abunya mencetak jelas belahan pantatnya.
“masa’ Bu Chintya gak pake CD yak??” begitu kira-kira pikiran jorokku tiba-tiba muncul dan segera kutepis jauh-jauh. Beliau termasuk dosen yang kuhormati, so, sepertinya tidak pantas kalau aku berpikiran yang aneh-aneh seperti itu

***
“Ngomong-ngomong, kamu asli mana dim?”.. tiba-tiba Bu Chintya sudah muncul lagi membuyarkan lamunanku. “Katanya kamu buka usaha konveksi ya?” lanjutnya sambil meletakkan cangkir kopi didepanku
“Iya bu. Usaha clothing kecil-kecilan. Saya asli Surabaya Bu. Kalau Ibu asli mana?” kataku menanggapi.
“Saya kecil di Medan, tapi sudah pindah sini sejak kuliah S1 dulu. Katanya usaha clothing kamu sudah kirim kemana-mana ya??? memang mahasiswa kalau sudah kenal duit biasanya jadi susah lulus.” sahutnya sambil tertawa kecil.
Dan akhirnya malam itu kami lewati dengan pembicaraan-pembicaraan ringan tentang bisnis yang sedang kujalankan, tentang hobby kami, tentang keluargaku, tentang keluarga Bu Chintya, dll.
Ternyata Bu Chintya adalah anak bungsu dari 3 bersaudara. Kedua kakak laki-lakinya sudah berumah tangga. Ayahnya adalah orang Medan, seorang pejabat militer dan ibunya seorang keturunan Belanda. Kedua orang tua Bu Chintya bercerai sejak beliau duduk di SMU, oleh karena itu, Bu Chintya memutuskan untuk tinggal sendiri di rumah ini, sejak beliau lulus SMU dulu.

kumpulan Cerita ngentot | Cerita seks bergambar 2014 “Ngomong-ngomong, hujannya tambah deras dim, kamu tunggu disini dulu saja sampai reda. Saya mau masuk dulu sebentar” kata Bu Chintya sambil menengok kearah jam yang tergantung disudut ruangan
“eh, sudah malam Bu. Sudah setengah 10. Mending saya nekat saja, daripada nanti tambah malam. Kayanya hujanya juga ndak bakal berhenti” begitu jawabku sambil melihat memasukkan laptopku
“ya kalau hujanya ndak berhenti kamu nginep disini saja ndak pa pa” sahut Bu Chintya sambil tersenyum menirukan gaya bicaraku
“ya kalau saya nginep nanti bisa dimasa tetangga Bu” begitu sahutku dengan nada bercanda
“siapa yang mau ngeroyok kamu?” sahut Bu Chintya cepat.
“Saya tidak bercanda kok dim. Kamu bisa disini dulu kalau kamu mau. Daripada kamu hujan badai nekat”. begitu sahut Bu Chintya. Jawabanya singkat, tapi cukup menegaskan bahwa dia tidak bercanda.
“bagaimana? Kalau mau nekat hujan-hujan tidak apa-apa. Saya tidak bisa melarang kamu, tapi kalau mau nunggu hujan dulu juga tidak apa-apa.
“eh, saya nunggu hujan dulu saja bu” jawabku sambil tetap merapikan laptopku.
“OK, saya masuk dulu ya. Soalnya disini banyak angin. Nanti kalau hujannya belum reda silahkan istirahat disini, anggap saja rumah sendiri. Jangan lupa motormu dimasukkan” begitu kata Bu Chintya sambil tersenyum
“iya Bu”, begitu jawabku singkat.

***
Aku sendiri tidak habis pikir. Bagaimana bisa seorang Bu Chintya menawarkan aku untuk tidur disini. Biarpun aku tidur diteras sekalipun, apakah layak seorang mahasiswa sepertiku tidur dirumah seorang dosennya? Apakah ini suatu jebakan? Jangan-jangan ada konspirasi atau rencana khusus dari pihak kampus, atau apapun itu. Begitulah pikiranku muluk-muluk, dan ternyata hujan tak kunjung reda.

Sementara hujan angin semakin deras, akupun memutuskan memasukkan motorku dan menutup pintu depan. Bukan karena aku memutuskan untuk menginap, tapi angin diluar tambah kencang dan air hujan tertiup masuk ke ruang tamu. “Nanti kalau reda baru balik deh” begitu kataku dalam hati
Setelah menutup pintu, aku bergegas masuk kedalam mencari Bu Chintya, bukan pula karena aku ingin tidur dirumahnya, melainkan aku ingin ke toilet mencuci kaki sambil buang air kecil

Ternyata Bu Chintya berada didalam kamarnya. Aku mendengar suara beliau menonton TV sambil tertawa kecil. Dan aku pun bergegas mendekat dan mengetuk pintu kamarnya yang memang terbuka.
“Eh dimas, gimana? Jadi mau nginep? Masuk dim” sahut beliau sambil tetap menyimak TV-nya.
Tubuhnya terbaring diatas spring bed yang cukup lebar, sementara selimut tebal yang tampaknya sangat hangat menutup hingga bahunya.
“eh tidak Bu, saya mau ke toilet” begitu jawabku
“ya silahkan” sahutnya cepat. “pakai yang didalam saja ya, soalnya yang diluar tidak ada sabunnya. saklarnya ada disamping pintu” lanjutnya sambil menunjuk ke salah satu sudut kamarnya
Dengan sedikit canggung, akhirnya aku masuk dan pipis di kamar mandi di kamar Bu Chintya. Padahal tadi aku mau buang air di toilet belakang.
Tidak enak kan kalau masuk rumah sampai ke belakang tanpa bilang. Rasanya agak rikuh juga buang air di kamar mandi Bu Chintya, apalagi yang punya kamar sudah berbaring nyaman ditempat tidurnya.
“pintu depan sudah ditutup?” begitu tanyanya begitu aku keluar dari kamar mandi, sambil tetap menyimak tayangan TV yang tergantung disisi kanan kamar
“ehm, sudah Bu” begitu jawabku canggung
“ya sudah, itu acaranya bagus lho. Kalau kamu perhatikan bisa jadi masukan buat TA-mu” katanya sambil membesarkan volume TV
“ini tentang budaya Jepang jaman PD 2, ini bisa jadi referensi blablabla..” begitu lanjutnya menerangkan. Aku sendiri hanya bisa melihat tayangan TV itu dari depan pintu kamar mandi, dan bingung harus bagaimana.
Mati gaya banget lah

“Heh, mau sampe kapan berdiri disitu?” Bu Chintya segera berseru dengan tanggap. Sepertinya beliau tahu kalau aku berdiri disitu dengan canggung.
“ngapain bengong disitu??”, lanjutnya sambil menggeser posisi tidurnya.
Dengan bahasa tubuh seperti itu, aku menangkap bahwa beliau menginginkan aku beranjak ke tempat tidurnya. Atau setidaknya, duduk disitu lah.
Dan, dengan sedikit salah tingkah aku pun mendekat dan duduk diseberang tempat Bu Chintya berbaring. Tepatnya dibelakang Bu Chintya yang sedang asyik memperhatikan TV nya.
Sesaat kami pun terdiam. Aku benar-benar merasa canggung berada disini. Aku juga tidak tahu harus memulai pembicaraan dari mana, aku benar-benar merasa aneh dan mati gaya. Aku berada dikamar Bu Chintya, seorang dosen yang menjadi idola di kampus, atau mungkin idola di universitas!!! ckckck
“nih bantalmu” begitu kata Bu Chintya sambil mengulurkan sebuah bantal kepangkuanku. Tampaknya beliau tahu bagaimana aku merasa aneh dan tidak tahu harus bagaimana.
Dan dengan bantal yang yang diulurkan padaku itu, aku malah tambah bingung harus bagaimana. Aku tambah salah tingkah dan tetap diam
“kurang besar apa dim? atau kamu mau pakai bantal saya saja?” katanya sambil tertawa ringan dan menggeser bantal panjang berwarna putih yang menopang wajah cantiknya.
“eh” aku tambah bingung dengan kalimat terakhirnya, dan aku masih tak bisa menyahut apa-apa, sekalipun aku tahu maksud beliau adalah mempersilahkan aku tiduran disitu
“ehm, maksud Ibu, saya tidur disini?” kataku terbata. Seolah aku bingung mau menyahut apa
“apa kamu mau tidur di garasi? Sepertinya kasur saya masih sisa banyak kalau cuma kamu tiduri” sahutnya sambil tersenyum
Dan sekali lagi aku sangat tidak percaya dengan kata-katanya.
Aku tidak percaya dengan telingaku sendiri. Namun aku tetap mengerti apa yang dimaksud dan segera berbaring sambil tetap menyaksikan tayangan TV yang tergantung didepan Bu Chintya.

Sesaat kemudian, nampak acara TV yang kusaksikan dengan canggung itu hampir selesai, dan tiba-tiba suara Bu Chintya kembali memecah kecanggunganku “lampu besar saya matikan saja ya dim, saya tidak bisa tidur kalau terlalu terang”
Dan tanpa banyak berkata lagi, beliau langsung beranjak turun dari tempat tidur, dan aku benar-benar tidak percaya dengan apa yang kulihat.
Dibalik selimut itu, Bu Chintya masih mengenakan atasan berwarna hitam yang tadi dikenakannya, tetapi ternyata beliau tidak lagi mengenakan celana abu-abunya.
Sebagai gantinya, seutas tali G string hitam terselip diantara belahan pantatnya. Terlihat jelas pantat yang halus dengan paha yang mulus itu bergerak menuju pintu kamar, dimana saklar lampu berada.
OMG!!! I can’t believe what i’ve see.
Setelah mematikan lampu, Bu Chintya berjalan kearah tempatku berbaring, dan melewatiku yang ternganga dan sibuk mengalihkan pandangan.
Beliau berjalan menuju kekamar mandi yang terletak tepat dibelakangku, tepatnya diatas kepalaku.
Tampaknya beliau menggosok gigi, beliau sedang bersiap-siap untuk tidur.
Bu Chintya hanya dengan G-string hitam menutupi bagian bawahnya, oh My God, I cant realized what I’ve see.
Dan G-string itu menjawab misteri belahan pantat yang terlihat jelas dibalik celana abu-abu tadi. Ternyata Bu Chintya tadi mengenakan G-String didalamnya.
Dan apakah aku bermimpi saat ini? Aku tidak tahu, aku tidak mau tahu. Dan dengan cepat aku menyusupkan kakiku dibalik selimut. Andaikan ini mimpi, sungguh aku berharap aku tidak terbangun dari tidurku.



“Sebenarnya saya tidak suka celana jeans diatas tempat tidur dim” tiba-tiba Bu Chintya sudah berdiri lagi disamping tempatku berbaring, tepatnya disamping kepalaku.
Tapi karena sudah terlanjur ya tidak apa-apa” begitu lanjutnya sambil berjalan mengelilingi tempat tidur, dan kembali menyusupkan kedua kaki jenjangnya kedalam selimut dan berbaring sambil memindah chanel televisi. Beliau tampak beberapa kali memindah saluran, tapi sepertinya tidak ada yang menarik baginya.
Kini dia berbaring membelakangiku, menghadap sisi dimana televisi LCD 32” itu digantungkan. Dan dengan segenap jiwa, aku mencoba memberanikan diri membuka pembicaraan. Aku anggap saat ini sebagai sebuah mimpi, so, its free to me to speak up!!!

“ehm, Ibu suka John Lennon?” begitu kalimat pembuka yang otomatis kuucapkan ketika melihat Bu Chintya berhenti memencet-mencet remotenya pada salah satu channel music
“yakk, i love The Beatles, dan tolong berhenti memanggil saya Ibu” begitu ujarnya tegas
“kalau nggak boleh panggil Ibu, terus saya harus panggil gimana ni bu?”
“ya terserah kamu mau panggil gimana. Yang pasti disini kan bukan dikampus, kalau kamu panggil aku Ibu, kok kesannya aku ini sudah tua banget. Padahal, bisa jadi kamu lebih tua dari aku lho” begitu jawabnya bercanda
“ya, nggak lah bu, saya ini kan masih mahasiswa, young teenager yang masih energik dan bersemangat”
“whatever you say. Yang pasti aku kuliah S1 tahun 2001, so, paling kamu 3-4 tahun lebih muda. Itu juga kalau kamu SMUnya lancar.”
“eh, saya SMUnya malah cuma 2 tahun bu”, jawabku berkelakar
“jangan panggil aku Ibu,,, thats the point.” ujarnya kemudian
“you can call me chintya, atau teman-teman dekatku biasa memanggil cinta”
“eh, begitu ya cin,,” sahutku bergumam “canggung ah kalau panggil seperti itu, gimana kalau “kak” atau “mbak” atau gimana lah,, saya canggung bu, eh, mbak..”
“kenapa nggak manggil tante saja!! biar puas sekalian. Kamu ini bikin aku merasa tua saja” jawab Bu Chintya ketus sambil tetap tertawa ringan
“OK deh mbak, saya panggil cinta… Ngomong-ngomong, kalau saya disini, nggak ada yang marah apa mbak,, eh, cin?”
“maksudmu, kamu bertanya apa aku tidak punya pacar,, begitu?” ujarnya sambil berbalik menghadap kearahku. Sorot matanya terlihat serius dan menatap tajam mataku
“eh, ya bukan begitu mbak,,, eh, ya tapi mungkin bisa begitu maksudnya, atau,,,”
aku jadi salah tingkah sendiri dengan pertanyaanku. Tampaknya aku juga salah bertanya
“dimas, sepertinya kamu harus banyak belajar tentang wanita. Masa’ kamu bertanya seperti itu kepada perawan tua seperti saya?” lanjutnya sambil tetap menatap mataku
“eh, bukan begitu maksud saya mbak,, eh,, saya cuma….”
“nggak apa-apa kok, aku cuma merasa familiar dengan pertanyaanmu barusan. pertanyaanmu itu seperti pertanyaan papaku saja”: “kapan kamu nikah cin?? Ngga mungkin lah gadis cantiknya papa gak laku-laku??” sambungnya lagi dengan nada serius
“eh” aku benar-benar tambah salah tingkah dengan ucapan beliau. Aku tidak bisa berkata apa-apa, dan memang sepertinya aku salah bertanya. Sorot matanya yang tajam itu seolah melucuti mentalku yang tiba-tiba hancur runtuh. Dia benar-benar menelanjangi mataku dengan wajah cantiknya yang sangat dekat dihadapanku, sangat-sangat dekat. Mungkin hanya berjarak 5cm dari hidungku. Dan aku benar-benar merasa terpojok dengan ucapannya
Namun tiba-tiba dia tersenyum dengan senyuman yang sangat teduh dan menenangkan. Raut mukanya tiba-tiba berubah seolah mengatakan: “aku hanya bercanda, aku tidak marah kok”. Dan kami saling bertatapan sangat dalam.
Sungguh aku terpesona dengan kecantikannya. Kecantikan khas seorang Indo yang menurutku tidak mungkin ditandingi oleh siapapun juga.
Dan ditengah kekagumanku akan wajah menawan itu, tanpa berkata apa-apa, tiba-tiba dia memajukan kepalanya, dan dengan cekatan dia memagut bibirku. Aku benar-benar kaget dan tidak menyangka hal ini terjadi. Jantungku berdegup sangat kencang, darahku seakan mengalir sangat deras kearah kepala.
Aku menyadari bahwa aku sedang bercumbu dengan idola dari segala idola. Aku dapat merasakan dengan jelas aroma nafasnya yang wangi, bibir basahnya yang menghisap pelan bibirku, dan lidahnya yang mulai bermain dirongga mulutku.
Semakin lama, bibir kami terpaut semakin dalam, hingga tak sadar tanganku telah memeluk erat tengkuknya, dan kami tidak lagi berbaring berdampingan, melainkan aku telah berada diatasnya.




Perlahan aku memberanikan diri untuk menggeser cumbuan bibirku, aku memberanikan diri mencumbu bagian leher hingga belakang telinganya, dan tampaknya dia sangat menikmatinya. Sungguh aku tak percaya dengan apa yang kulakukan. Sesaat aku menghisap daun telinganya perlahan, dan aku bisa membaui dengan jelas aroma wangi yang selama ini hanya terasa samar.
Sungguh seorang wanita yang cantik dan spesial.

“dim, boleh kubuka ini?” kata Chintya tiba-tiba sambil menyingkap kaos hitamku. Aku tidak menyahut dan menjawabnya dengan membuka kaos yang kukenakan.
Dan tak lama kemudian, Chintya sudah asik memainkan dadaku dengan lidahnya yang hangat. Aku sungguh merasa melambung tinggi dengan permainan lidahnya, dan aku sengaja bergeser dan berbaring hingga Chintya lebih bebas mengexplore tubuhku.
Dan tanpa dipersilahkan, Bu Chintya sudah telungkup menindih perutku. Mulutnya yang lembut tak henti-hentinya menjilat wilayah dadaku, dia terus melakukan ritual tersebut hingga lidahnya kembali menuju bibirku, dan sekali lagi kedua bibir itu berciuman erat. Dia kembali mencumbu erat bibirku, dan melanjutkan kecupanya hingga wilayah leher dan telingaku. Tanganku pun dengan sigap memeluk erat pinggulnya sambil mencumbu bagian bawah lehernya.

“boleh tangan saya masuk Cin?” tanyaku sambil tetap menikmati permainan lidahnya. Kali ini jemariku sudah mulai berani menyusup melalui bagian bawah kaosnya dan meraba bagian punggungnya. Dapat kurasakan punggung yang halus itu bersinggungan dengan jariku
Chintya pun menghentikan usapan lembut lidahnya di bagian belakang telingaku, dan berbisik pelan: “mau masuk kemana memangnya?”
“eh,, mau masuk kesini, eh, mbak”, kataku gugup, sambil menghentikan jemariku yang tengah meraba bagian perutnya yang rata dan terawat.
Dan, Chintya pun tidak menjawab pertanyaanku, dia hanya tersenyum cantik sambil menggenggam bagian bawah kaosnya, kemudian menyingkapnya keatas dengan cekatan.
Yah, dia membuka penutup atas tubuhnya itu yang ternyata sudah tidak dilapisi bra didalamnya.
Dan mataku kembali terbelalak ketika atasan itu tersingkap melewati bagian dadanya. Sebuah pemandangan yang terindah yang pernah kulihat. Sepasang gumpalan daging tersembul dibalik kaos itu, sangat halus dan lembut. Saking halusnya, dapat kulihat alur urat yang tersembunyi tipis dibalik kulitnya.
Sungguh payudara terindah yang pernah kulihat.
Ukurannya tidak terlalu besar, mungkin sekitar 34an, tetapi ukurannya sangat proporsional dengan tubuhnya, ditambah lagi dengan putingnya yang mungil berwarna coklat kemerahan menghiasi ujung-ujungnya. Sangat-sangat sempurna, im really speechless
Saking kagumnya dengan payudara itu, aku tidak menyadari tangan nakalku sudah meraba lembut bagian bawah gumpalan daging itu,
“eh,, boleh saya…”
“sure..” katanya memotong kalimatku sambil kembali telungkup dan melumat bibirku.
Mendapat perlakuan seperti itu, aku pun tak mau kalah.
Seolah telah mendapat ijin, akupun melayangkan serangan-serangan yang lebih berani. Kedua tanganku segera meremas lembut payudara indah itu, dan permainan Chintya pun semakin mengganas.
Dia tampaknya tidak memberikan kesempatan bagiku untuk memegang kendali. Bibir mungilnya semakin agresif, dia menorehkan cupang merah tipis didadaku, hingga menjelajahi perut bawahku sambil menyibak selimut yang masih sedikit menaunginya.

Sangat-sangat liar, bahkan aku tidak kesampaian merasakan puting merah itu dengan bibirku.
Sambil bibir mungilnya terus beraksi, dia menarik turun resliting celanaku, “no jeans in my bed” begitu bisiknya ditelingaku sambil tersenyum menggoda.
Dan aku hanya bisa pasrah ketika ternyata Chintya tidak hanya berniat melucuti celana jeansku. Dia mencengkeram jeans berikut celana dalamku, menariknya turun dengan cekatan, dan melepaskanya dari kakiku hingga aku benar-benar dibuat bugil dihadapnya.
Sekali lagi aku merasa bahwa aku sedang bermimpi, aku sedang bugil dihadapan idola kami semua.
Sungguh aku tidak percaya, Chintya sedang mencumbu perut bagian bawahku, dengan pangkal pahaku yang terbuka lebar tanpa seuntai benang pun menutupinya. Sungguh terasa bagaikan mimpi, imajinasiku melayang jauh dan aku tidak pernah merasakan moment seindah ini, seorang wanita yang kupuja, sedang bermain-main dipangkal pahaku.

Dan sekali lagi Chintya menunjukkan keajaiban lidahnya, kali ini serangannya diarahkan pada bagian bawah perutku.
Yak, dia mencoba membunuhku dengan jilatan-jilatan maut dibawah sana. Dan tak lama kemudian, tangan kanannya memegang erat batang yang sudah berdiri tegak disana. Dan sambil menatap mataku dia mengecup bagian kepalanya, dan segera memasukkan batang itu kedalam mulutnya. Sungguh sekali lagi aku merasa terbang ke awan.
Tidak seperti lumatan-lumatan yang pernah kurasa, lidah Bu Chintya benar-benar ajaib, dia benar-benar mampu memainkannya dibawah sana, just like a french kiss in my junior.
Begitupun dia tidak perhenti disitu, setelah puas menghisap bagian batang, Bu Chintya menggeser mulutnya kebawah, dan inilah pertama kali aku merasakan sensasi rangsangan di bagian paling bawah sana. Chintya melumat habis pangkal bola-bolaku, dan melanjutkannya dengan mencumbu area sun hole-ku dengan liarnya.
Dan tampaknya dia begitu menikmatinya. Dia melakukannya sambil terus memainkan bola-bolaku, sungguh suatu sensasi yang luar biasa.

Sejenak, ingin rasanya aku membobolkan saja pertahananku dan mengaku kalah. Bibir Bu Chintya adalah bibir paling gila yang pernah kuhadapi. Namun aku masih bisa berpikir sehat. Aku segera menarik bagian pangkal pahaku itu dari cengkeramannya, dan segera memagut bibir ajaib itu dengan bibirku.
Dengan cepat pula, kubaringkan Chintya karena kali ini aku ingin menguasai permainan. Aku pun segera berganti menunjukkan potensiku. Kembali kurangsang bagian leher Bu Chintya, kujilat perlahan, hingga turun sampai bagian payudara. Bagian yang sangat kunanti dari tadi. Kubenamkan mukaku diantara kedua payudara itu, sungguh payudara yang paling lembut yang pernah kurasakan.
Tanganku pun tak mau kalah, kuremas payudara kanan dengan tangan kanan, sambil lidahku mulai bermain dengan puting kirinya. Bagaikan buah cherry yang sangat manis, aku mengulum lembut puting itu, sungguh rasanya sangat menggairahkan. Ini adalah puting paling sempurna yang pernah dirasakan bibirku.
Merasa sudah menguasai keadaan, aku mulai memainkan ritme permainan. Sesaat kuhisap puting itu lebih dalam, sambil meremas payudara kanannya. Demikian aku bergantian bermain dengan kedua gumpalan menakjubkan itu. Sesaat aku mencoba menyentuh lembut lingkaran penyangga puting itu dengan telunjukku, sesaat pula dapat kurasakan puting itu mulai mengeras kencang disertai munculnya bulu-bulu halus yang berdiri diatas kedua bukit indah itu.
Sungguh sepasang payudara yang sangat cantik, sangat indah dengan bintik2 bulu roma yang menghiasinya, aku jadi semakin bergairah melihatnya, dan akupun tak mau menyia-nyikan moment ini.

Permainan bibirku mulai menjamah bagian perutnya yang rata. Sambil tangan kiriku tetap mencengkeram satu dari dua bukit indah itu, tangan kananku menekan bagian punggungnya perlahan. Tampaknya Bu Chintya benar-benar menikmati permainanku, dan akupun memberanikan diri mengexplore bagian bawah perutnya dengan lidahku. Yah, aku mengecup lembut belly buttonnya dan mencoba bermain sedikit lebih kebawah sana.

Menanggapi perlakuanku, Bu Chintya tidak terlalu terlihat keberatan. Dia malah terlihat sangat menikmati dan sedikit membuka pangkal pahanya. Bahasa tubuhnya seolah memberiku ijin untuk beranjak ke bagian itu. Segera aku kembali menurunkan kepalaku. Kali ini aku mencumbu bagian dalam pahanya, tanganku pun sekarang sudah memegang erat kedua pinggulnya, dan akhirnya aku mulai berani mencium bagian segitiga G-string yang menutupi surganya.
Sungguh suatu pengalaman yang tidak pernah akan kulupakan. Aku sedang menghirup bagian paling intim milik Bu Chintya, aku merasakan sensasi yang paling dahsyat yang pernah kurasakan selama ini.
Gairahku semakin menggebu, dan akhirnya kuberanikan diri menyusupkan lidahku ke sela-sela bagian bawah segitiga cinta itu. Tangan kanan ku mencoba menyibak kain hitam itu, dan bibirku mulai mengecupnya perlahan, rasanya sungguh indah, agak terasa asin, tetapi aromanya sangat lembut. Sungguh-sungguh indah.
Bu Chintya yang tampaknya sudah sangat pasrah itu akhirnya menyangga kepalaku dengan tangan kanannya. Tanpa berkata apa-apa, dia meraih tali pengait segitiga itu dengan tangan kirinya, dan dengan perlahan dia menurunkan G-String itu dengan tangan kirinya. Aku yang sedang dimabuk gairah pun segera tanggap, kubantu dia menurunkan segitiga bertali itu, dan melepaskannya dari kakinya yang jenjang.

Dan dengan segera, seperti seorang anak kecil yang sedang dijamu dengan dengan sekotak permen lezat, aku pun segera kembali dengan daerah segitiga yang menakjubkan itu.
Kini tubuh wanita pujaan itu telah benar-benar telanjang. Aku benar-benar takjub dengan keindahannya, lekuknya yang sempurna dibalut dengan kulit yang putih, tipis dan lembut. Ahh,, ternyata Bu Chintya yang kami puja selama ini tidak hanya pintar dan cantik, beliau sangat sempurna seutuhnya, sangat terawat.
Bagian pangkal paha itu terihat sebagai bagian segitiga yang ditumbuhi dengan bulu-bulu lembut. Tampaknya Chintya sangat rajin mencukurnya. Pun begitu, tepat pada bagian bawahnya, terdapat sekatup bibir mungil berwarna merah muda. Pintu surga itu terlihat begitu rapi, hanya terlihat sebagai segaris lubang yang berwarna kemerahan.

Tanpa diberi aba-aba, aku pun segera kembali menjamu segitiga cinta itu. Kali ini aku merasa sangat bebas, tidak ada lagi sehelai benang pun yang jadi penghalang. Aku mulai mengecup pelan bibir cantik dibawah bulu-bulu tipis itu, dan tampaknya Chintya sangat-sangat menikmatinya, dan akupun menikmatinya.
Samar-samar mulai kurasakan aroma wangi yang sempurna, aroma yang mungkin dapat mengalahkan nikmatnya rasa sabu yang dulu sering kuhisap jaman SMU. Perlahan tapi pasti, aku memagut bagian itu dengan bibirku, lalu kembali kuhisap perlahan. Dengan sedikit keberanian, tanganku pun mulai turut meraba bagian itu. Kucoba membuka tangkupan dua bibir itu dengan jemariku, dan kulihat jelas liang berwarna merah muda yang begitu indah. Tampaknya sangat hangat dan nyaman didalam sana. Dan kembali aku memberanikan diri mengeksplore lubang itu dengan lidahku.
Kali ini, kucoba memasukkan lidahku kedalamanya dengan bantuan kedua tanganku yang menyingkap pintu cinta itu. Kali ini, aku benar-benar merasakan aroma yang sangat memabukkan itu, sangat membangkitkan gairahku. Dan dengan segera, aku memainkan lidahku didalam sana, menghisap perlahan, kemudian menghisap kuat, demikian aku mencoba mencari ritme yang tepat dalam menangani bibir terindah ini.
Aku mencoba memainkan lidahku dengan maksimal disini, sambil tangan kananku merangsang bagian klitoris Bu Chintya. Dan tampaknya dia sangat-sangat menikmatinya.

Setelah sesaat bermain dengan ritmeku, aku mencoba mengubah pola serangan. Kali ini, bibirku menghisap lembut bagian klitorisnya. Disini lidahku pun turut bermain, kuhisap sambil sesekali menekan bagian itu dengan lidahku.
Perlahan tapi pasti, aku kemudian memberanikan diri memasukkan telunjuk kananku yang dari tadi sudah memegang erat kulit berwarna kemerahan itu. Dan, ketika seluruh telunjukku tercelup didalamnya, Chintya tiba-tiba mencengkeram kepalaku dengan tangan kanannyanya yang sedari tadi menyangga kepalaku.

Sejenak aku tiba-tiba tersadar, kali ini aku memasuki daerah privatnya tanpa mohon ijin terlebih dulu.
Aku sedikit terkejut dan kembali gugup, secara reflek aku segera menarik keluar jariku dari lubang itu, tetapi dengan segera pula Bu Chintya memegang tanganku dengan tangan kirinya.
Yak, dia mengijinkan jemariku bermain didalamnya, dan tanpa berkata apa-apa, dia membimbing jari nakal ini masuk kedalam miliknya yang sangat berharga itu.
Sungguh aku dapat melihat raut wajah cantik itu yang kini sedang dibara gairah, aku melihat dia sangat menikmati permainanku, dan dengan sigap pula, aku merangsang kembali daerah klitorisnya dengan bibirku, sembari jemariku mencari-cari daerah G-spotnya didalam sana.
Tidak butuh waktu lama untuk mendapatkan area paling sensitif itu. Tak lama jariku bermain disana, Chintya semakin membuka lebar pangkal pahanya. Dia kini tidak hanya mendesah dan menatapku nakal. Bu Chintya sudah tidak malu-malu lagi untuk mengerang. Kaki jenjangnya sedikit ditarik keatas, dia sedikit melipat lututnya, suatu tanda bahwa dia sungguh terbuai dalam permainan jemariku.
Pun demikian, aku pun semakin bergairah, aku semakin cepat menggerakkan jariku didalam sana, kutekan kuat pagian G-Spotnya sambil lidahku terus memainkan klitorisnya, jemari dan lidahku kini sudah masuk gigi 5. Aku semakin cepat dan liar bermain dengan lubang cinta itu.

Namun tiba-tiba Chintya mengapit erat kepalaku dengan lututnya. Dia menjepit kuat kepalaku sambil tangan kanannya menekannya kedalam. Dan segera setelahnya, aku bisa merasakan tubuh itu terguncang, aku bisa merasakan, tubuhnya sedikit kejang, dan,, aku kembali kaget dibuatnya, seiring dengan teriakan yang keras, tiba-tiba dia menggelinjang hebat, jemariku merasakan ada kedutan hebat didalam sana,,, dan tidak putih bening kemukaku.
Yess, dia sudah sampai… and she squirt in my face!!
dan aku tidak bisa mengelak sama sekali, secara reflek aku meronta mencoba melepaskan kepalaku, tetapi cengkeraman pahanya terlampau kuat, dan sampai saat ini pula, paha lembut itu masih mencengkeram kuat kepalaku.
Aku hampir tidak percaya dengan apa yang kualami, Bu Chintya mencapai puncak dan menyemprot mukaku dengan cairan cintanya memabukkan.
Aku sangat terkejut, tetapi sebenarnya aku sangat menikmatinya. Pun begitu Bu Chintya yang sudah terkulai lemas, aku bisa melihat tubuhnya yang masih sedikit gemetar, wajahnya sangat-sangat erotis, sepertinya dia baru saja mengalami orgasme paling dahsyat yang pernah dirasakannya.

***Aku kemudian beranjak ke sudut ruangan berinisiatif mengambil beberapa lembar tissue, dan mengelap mukaku yang agak lengket,
“kamu baik2 saja kan cin?” tanyaku sambil berbaring lagi disisinya
“eh,, maaf ya dim, aku sendiri tidak terpikir kalau bakal sampai kaya gitu” tangannya dengan reflek menarik lembar tissue yang kupegang dan segera me-lap bagian pipiku yang ternyata masih sedikit basah.
“tidak apa-apa kok, aku juga menikmatinya”
“serius,, ini pertama kalinya sampai seperti itu, aku benar-benar tidak menyangka sampai seperti itu” jawab Chintya sambil memeluk aku erat.

Dan akhirnya, malam itu kami melanjutkan sesi bimbingan TA dengan bercerita panjang lebar tentang keseharian kami, tentang keluarga kami, tentang kesibukan-kesibukan kami.
Maklum, pada dasarnya aku dan Bu Chintya masih belum terlalu mengenal satu sama lain.
“jadi, sekarang mamamu masih tinggal di Jakarta bersama suaminya yang baru itu?” tanyaku menanggapi cerita Chintya.
“begitulah” jawabnya pelan.
“ooh,, beliau punya anak lagikah?”
“nggak sih,, cuma ada suatu hal yang dulu bikin aku nggak nyaman tinggal disana”
“kenapa??”
“well, si om bule itu hypersex.”
“heh?? maniak gitu??”
“yupss. dan aku pernah tinggal bersama mereka selama 2tahun”
“haha.. yang kamu ceritakan waktu kamu SMU itu ya? Trus, apa hubungan antara hypersex dengan ketidaknyamananmu tinggal bersama mereka? Toh si om bule itu kan papa-mu, bukan suamimu?”
“yahh,, masalahnya bukan cuma hypersex doang dim. dia juga orang naturist. Kalau dirumah mamaku sana, begitu masuk gerbang udah wajib bugil. Itu berlaku buat semua orang yang tinggal disitu.”
“whatsss??? jadi kamu juga ikut2an nudis gitu??”
“nggak cuma saya honeyy, disana dari sopir nyampe tukang kebon juga bugil semua.”
“begitukah?? are u serious??”
Aku seperti tidak tahu harus menjawab apa lagi. Tampaknya Chintya memang memiliki pengalaman yang luar biasa dalam hidupnya. Dia banyak bercerita tentang masa lalunya, dan tiba-tiba aku merasakan empati yang sangat dalam, sebuah perasaan seolah tidak terasa lagi ada jarak antara kami.
Seolah seperti sepasang kekasih/sahabat yang sedang berbaring dan sharing berdua

“uhm,, kembali ke masalahmu tadi Cin, emang kalo menurutmu kamu trauma dengan masa lalumu, lalu apa dampaknya di masa sekarang?” aku kembali bertanya mencoba mengenal dosenku itu lebih dekat.
“well, kita bahas topik ini lain kali lagi saja ya dim, kamu belum dapet kan?” katanya sambil kembali memelukku mesra. Tampaknya dia belum ingin membahas sampai sejauh itu, dan akupun harus menghormatinya
“kalau aku sih, asal kamu senang sudah bisa dibilang dapet kok cin. gue ikhlas” jawabku cengengesan
“Dasar mulut buaya!! sekarang kamu sudah berani merayu saya…” sahutnya tersipu sambil mencubit lenganku keras-keras

“Ehmn, Dim, kamu percaya sama aku kan?” lanjut Chintya sambil meraih laci disamping tempat tidur. Aku tidak menjawab dan hanya mengangguk kecil
“okeey,, tangan kamu diikat dulu yaa,,” katanya sambil mengeluarkan seutas kain panjang dan mengikat kedua tanganku ke bagian atas tempat tidur. Aku mulai berpikir aneh-aneh, sejenak aku ingin menolak apa yang dilakukan Bu Chintya padaku. Tapi, aku penasaran juga dengan rencananya, so, ikuti saja deh,, hehe
“aku mau diapain hon?”
“diem ah,, trust me honey” jawabnya sambil kembali mengecup bibirku. Aku sendiri tidak bisa banyak bergerak dengan kedua tangan yang terikat erat diatas kepala, sedangkan tampaknya bibir maut itu akan kembali mengeksekusi titik-titik lemahku.

Perlahan, Chintya menggeser kembali kecupannya kearah leherku, sedikit cupang panjang disana, dan kemudian turun kearah dada. Bagian ini tampaknya bagian yang paling disukainya, lidahnya yang lembut bermain dengan putingku, sambil kedua tangannya mimijit-mijit bagian samping dadaku. Di babak pertama ini aku sudah mulai bisa merasakan sensasi Chintya. Sebuah teknik-teknik yang baru kutemui dalam bercinta, diselimuti oleh paras yang sungguh-sungguh menggoda.
Perlahan, dia kembali menggeser posisi bibirnya, kali ini kecupan-kecupan itu diarahkan kebagian samping dadaku, dan, dia bermain dengan ketiakku. Aku meronta keras, kukatakan padanya bahwa ini keterlaluan, “Geli banget Cin, kamu menyiksaku”,, begitu ujarku. Tapi tampaknya Chintya tidak peduli dan terus melancarkan aksinya.
Dan ternyata teknik yang satu ini juga sangat mengerikan. Rasa geli yang perlahan berubah menjadi sebuah rangsangan yang mahadahsyat. Seiring dengan rabaan-rabaan tangannya yang sedikit memijit, Chintya benar-benar bak seorang sex machine yang istimewa.
Selama beberapa saat Chintya menyiksaku, tampaknya dia sudah cukup puas dan berniat memulai permainannya di bagian bawah.
“Sudah panas kan?” katanya sambil sambil tersenyum kecil dan memegang batangku yang sudah berdiri keras.
Dan tanpa banyak bicara lagi, dimasukkannya batang itu kedalam mulutnya.
Yah, Chintya segera mengulumnya dengan bersemangat, dan dia langsung memainkan ritme permainan oral terdahsyat yang pernah kurasakan. Sesekali setelah lidah hangatnya bermain lincah, dihisapnya batangku kuat-kuat, seolah dia ingin menyedot habis seluruh isinya.

Sambil terus bermain-main dengannya, tangan Chintya meraih dua bantal disisi kiri tempat tidur,
“diganjal bantal ya dim” katanya sambil menyusupkan dua bantal itu dibawah pantatku. Aku yang sudah merasa keenakan pun pasrah saja, kuangkat pantatku sesuai dengan apa yang diingininya, dan kini, posisiku agak berasa tidak nyaman, punggung dan pantatku terganjal oleh bantal yang tampaknya cukup tinggi. Aku agak heran sebenarnya apa rencana Chintya, tapi kembali lagi, aku pasrah saja.
Chintya kemudian mengambil posisi tepat dbawah selakangku, dan kemudian kembali dia memasukan batangku ke bibir mungilnya, tangan kirinya memegang testikelnya dan tangan kanannya memegang pangkal batangku. Aku tidak bisa melihat terlalu jelas apa yang terjadi disana, tapi aku kembali merasakan sensasi yang luar biasa.
Sejenak setelahnya, aku merasakan kepala penisku bersentuhan dengan bidang yang sangat hangat dan licin, saat itu pula kurasakan sensasi yang luar biasa diujung kemaluanku, sembari kudengar Chintya sedikit batuk-batuk dan mengeluarkan penisku dari mulutnya.
Dan,, ternyata dia melakukan deep throat. Bu dosen satu ini memang gila, dan ini adalah pengalaman deep throat pertamaku. Dan malam ini Chintya memberiku deep throat tidak hanya sekali, melainkan berkali-kali.
Sensasi rasanya benar-benar gila, sepertinya aku hampir ejakulasi dibuatnya.

Sesi oral pun berakhir, saat ini Chintya kembali memeluk aku. Tubuhnya yang gemulai bergelayut mesra diatasku “sekarang menu utama yuk,,” begitu bisiknya memanja ditelingaku…
Sambil tangan kirinya tetap memeluk leherku, Chintya meraih kembali senjataku dan mengarahkannya kebagian pangkal pahanya yang memang sudah berada tepat diatasnya.
Yah, Chintya memasukkan kepala batangku kedalam lubang yang berhias bulu lembut itu, dan tak lama kemudian dengan sedikit menindihku, seluruh batangku telah bersemayam didalam lubang hangatnya.
1001 rasa penasaran yang selama ini berkecamuk hilang sudah. Kini aku telah merasakan hangat dan nikmatnya liang itu. Sangat hangat dan rapat, bahkan jika batang kesayanganku itu bisa membauinya, kukira dia pun akan terkesima dengan aroma wanginya.

Chintya pun memagut bibirku sambil sedikit menggoyangkan pinggulnya, tidak naik turun tetapi memutar perlahan. Wew, bahkan teknik goyanganya pun dahsyat, tidak banyak bergerak, tapi dapat kurasakan batangku dipijit dengan sempurna.
Dan perlahan kusadari, sepertinya pijitan ini tidak hanya bermuara pada goyangan pinggul semata, tetapi tampaknya dinding-dinding kemaluan Chintya turut berperan. Lubang ini menggigit rapat dan dapat kurasakan sedikit berdenyut teratur, ini juga baru kali ini kurasakan.
Hal ini kusadari ketika Chintya beranjak dan menjamuku dengan posisi duduk. Dengan senjataku yang masih tertancap disana, kurasakan pijitan-pijitan lembut itu walau Chintya tidak banyak menggerakan pinggulnya.
Dan, aku tidak menyangka bahwa menit-menit kedepan adalah waktu yang tidak akan pernah kulupakan seumur hidupku. Mungkin bila aku bisa memutar balik waktu, aku akan selalu memutar menit-menit itu sambil mengaktifkan fitur slow motion.
Dengan posisinya yang mendudukiku, Chintya kembali menggoyangkan pinggulnya.
Kali ini tidak memutar maupun maju mundur, melainkan naik turun. Tubuhnya yang semampai itu seakan menduduki bantalan trampoline. Sekilas aku merasa miris dengan perlakuannya. Dengan sedikit berjongkok, Chintya menarik pangkal pahanya keatas hingga tiga perempat batang penisku keluar dari sarangnya, dan dengan cekatan pula dia menimpanya kembali. Yah, dia mengocok batangku dengan kencang dengan posisi pinggulnya yang naik-turun tajam itu.
Jujur, aku sedikit takut kalau-kalau dia sedikit meleset dan mematahkan senjataku yang sangat berharga itu. Tapi, kekhawatiran itu segera sirna terhapus sensasi yang kembali kurasakan.

Chintya memperlakukan senjata yang benar-benar berdiri keras itu seperti mainan, seperti dildo stainless yang tak punya jaringan syaraf, dan kali ini aku benar-benar ingin menyerah dan memuntahkan cairan cintaku, aku tak kuasa mengimbangi wanita cantik yang tiba-tiba menjadi sangat liar ini. Dapat kulihat jelas ekspresi mukanya saat ini, dia tidak hanya sekedar mencoba memuaskanku, dia kembali turn on, dan aku wajib mengimbanginya.
Tapi semakin aku melihat wajah cantiknya, semakin ingin rasanya aku mengakhiri permainan ini. Whatever, aku memang tidak mampu melayaninya.
Tapi tiba-tiba, Chintya mengakhiri gerakan naik turun yang dahsyat itu.
Dia merebahkan tubuhnya, memeluk aku erat, sambil tetap mengocok kencang batangku dengan goyangan pinggulnya super cepat itu.
Dan tentu saja pada akhirnya aku segera tewas dan mengakhiri pertahananku. Aku benar-benar tidak tahan dengan perlakuannya, dan kali ini aku benar-benar tak bisa berkutik dan harus menyerah kalah

Chintya tengah memelukku erat sambil sambil mengggoyangkan pinggulnya maju-mundur dengan cepat saat batangku mulai kejang-kejang.
Pinggul indah itu bergerak dengan kerasnya seolah penisku hanya mainan tak bernyawa.
Dan seiring dengan dengan senjataku yang mulai muntah dan mengaku kalah, ritme goyangan Chintya perlahan-lahan mulai melambat, dan dapat kurasakan kembali cengeraman pahanya yang mulai bergetar, seiring dengan kedutan ringan yang memijit lembut kemaluanku yang masih tertanam didalamnya. Dan perlahan-lahan, lubang menakjubkan itu mencengkeram penisku sangat erat. Ternyata, Chintya pun mendapatkan orgasme untuk yang kedua kalinya…
Yah, liang hangat itu seakan menyedot batangku dengan kerasnya seiring dengan bobolnya pertahananku.
Dan kembali aku menangkap ekspresi muka cantik Chintya yang seolah mengatakan bahwa dia baru saja mendapatkan orgasme yang hebat.
Selama beberapa saat tubuh indah itu bergetar lemah diatas tubuhku, dan tak lama kemudian sosok cantik itu benar-benar lemas tak berdaya.
Perlahan-lahan, Chintya menggeser tubuhnya sambil melepaskan liang terindahnya dari kemaluanku dengan hati-hati.
Tanpa berkata apa-apa, dia membaringkan tubuh indahnya disampingku, dan tak lama kemudian, idola dari segala idola itu sudah terbaring lelap disisiku

Dan aku kembali terdiam seakan tidak percaya dengan apa yang sudah terjadi. Aku hanya bisa termangu, mencoba meyakinkan diri bahwa apa yang terjadi malam ini bukanlah mimpi.
Dalam hatiku, terbentu sebuah perasaan yang tidak bisa didefinisikan. Ada sebuah kepuasan yang tidak pernah tertandingi, bercampur rasa tidak percaya yang masih menghantui.
Dan akhirnya aku hanya bisa terheran-heran sambil berusaha melepaskan tali yang masih mengikat erat tanganku.
Sungguh malam terdahsyat yang pernah kualami.